CATATAN SEORANG RIMBAWAN

Blog ini berisi tulisan-tulisan sebagai ungkapan perasaan saya tentang keadaan hutan Indonesia,sebagai paru-paru dunia, yang harus diurus bersama-sama sebagai Mahluk yang maha tinggi yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Saya bekerja di Instansi Pemerintah Departemen Kehutanan,bertempat tinggal di Kota Hujan Bogor,sudah bekeluarga dan menginginkan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Minggu, 10 Februari 2008

HUTAN DESA

I.Pendahuluan

UU No.: 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pada Bab II Status dan Fungsi Hutan, pasal 5 menyebutkan : (1) ”Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: a. hutan negara, dan b. Hutan hak”. Hutan negara adalah : hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan hak adalah : hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Yang termasuk dalam Hutan negara adalah : Hutan adat; Hutan desa; Hutan kemasyarakatan. Sedangkan Pasal 6 (1) :”Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu : a.fungsi konservasi,b.fungsi lindung, dan c.fungsi produksi”.

Didalam UU Kehutanan belum memberi rumusan yuridis mengenai pengertian Hutan desa, hanya didalam penjelasan pasal 5 ayat (1) UUK menyebutkan Hutan desa adalah : “Hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa disebut hutan desa”.

Salah satu peraturan pelaksana dari UU No.41 tahun 1999 adalah : PP No.6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan yang disahkan pada tanggal 8 Januari 2007 (LNRI Tahun 2007 No.22 dan TLNRI No.4696). PP tersebut menggantikan PP No.34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

Didalam PP No.6 tahun 2007 secara eksplisif telah mengatur mengenai hutan desa yang terdapat didalam didalam :

(1). Pasal 1 angka 24 : Hutan desa adalah : hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.

(2).Pasal 84 : “Pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 ayat (1) dapat dilakukan melalui : a.hutan desa;b.hutan kemasyarakatan; atau c.kemitraan.”

(3).Pasal 85 : “Hutan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf a dapat diberikan pada hutan lindung dan hutan produksi”

(4).Pasal 86 ayat (1) : “Menteri menetapkan areal kerja hutan desa berdasarkan usulan bupati/walikota sesuai criteria yang ditentukan dan rencana pengelolaan yang disusun oleh kepala KPH atau pejabat yang ditunjuk. Ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan criteria dan tata cara penetapan areal kerja hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

(5).Pasal 87 ayat (1) Pemberdayaan masyarakat setempat melalui hutan desa dilakukan dengan memberikan hak pengelolaan kepada lembaga desa. Ayat (2) Hak pengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan tata areal,penyusunan rencana pengelolan areal, serta pemanfaatan hutan serta rehablitasi dan perlindungan hutan.

Ayat (3) Pemanfaatan hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berada pada :

a.hutan lindung, meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemungutan hasil hutan bukan kayu.

b.hutan produksi, meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

(6).Ketentuan lebih lanjut mengenai hak pengelolaan hutan desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

(7).Pasal 88 :Dalam memberikan hak pengelolaan hutan desa sebagaimana dimaskud dalam pasal 87 ayat (1) Pemerintah,pemerintah propinsi atau pemerintah fasilitasi yang meliputi pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha, bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, serta akses terhadap pasar.

Ayat (2) Ketetuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.

(8).Pasal 89 ayat (1) Berdasarkan penetapan areal kerja hutan desa sebagaimana dimaksud dalam, Pasal 86 ayat (1) dan fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 :

a. Menteri,memberikan IUPHHK dalam hutan desa dengan tembusan kepada

gubernur,bupati/walikota dan kepala KPH.

b. Gubernur, selain memberikan fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat (1),memberikan hak pengelolaan hutan desa.

Ayat (2) Dalam keadaan tertentu, pemberian IUPHHK sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dapat dilimpahkan oleh Menetri kepada Gubernur.

Ayat (3) Lembaga desa sebagai pemegang hak pengelolaan hutan desa,

wajib melaksanakan pengelolaan hutan desa sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari yang dituangkan dalam peraturan desa.

Ayat (4). Lembaga desa menyusun rencana pengelolaan hutan desa bersama

kepala KPH atau pejabat yang ditunjuk sebagai bagian dari rencana pengelolaan hutan.

Ayat (5).Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan wewenang pemberian IUPHHK dan penyusunan rencana pengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan peraturan Menteri.

(9). Pasal 90 : Ayat (1) Hak pengelolaan hutan desa bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan dan dilarang memindahkan atau mengagunkan, serta mengubah status dan fungsi kawasan hutan.

Ayat (2) Kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan desa dilarang digunakan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari.

(10).Pasal 91 ayat (1) Setiap pemanfaatan hasil hutan pada hak pengelolaan hutan desa dikenakan PSDH dan/atau DR.

Ayat (2). Lembaga desa sebagai pemegang hak pengelolaan hutan desa wajib :

a.menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan desa selama jangka waktu berlakunya hak pengelolaan huatn desa;

b.melaksanakan penataan batas hak pengelolaan hutan desa;

c.melakukan perlindungan hutan; atau

d.melaksanakan penataausahaan hasil hutan.

Ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

2. Pengertian

Pengertian yuridis mengenai desa terdapat didalam PP No.:72 tahun 2005 tentang Desa pada pasal 1 angka 5 yang menyebutkan : “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pasal 1 angka 9 PP No.72 tahun 2005 menyebutkan yang dimaksudkan dengan Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah: ”Lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat”. Lembaga kemasyarakatan (lembaga desa) dalam melakukan pengelolaan hutan desa harus dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. Lembaga desa tersebut bertugas membantu pemerintah desa dan mitra dalam memberdayakan masyarakat setempat. Lembaga desa tersebut berfungsi sebagai wadah partisipasi dalam pengelolaan pembangunan agar terwujud demokratisasi dan transparansi pembangunan pada tingkat masyarakat serta untuk mendorong, memotivasi, menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.

Pengertian hutan desa terdapat didalam pasal 1 angka 24 PP No.:6 tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,Serta Pemanfaatan Hutan yaitu : Hutan desa adalah ”Hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa”. Dari definisi tersebut, maka unsur-unsur hutan desa dapat disebutkan sebagai berikut :

a.hutan negara;

b.belum dibebani izin/hak;

c.dikelola oleh desa dengan memberdayakan masyarakat;

d.dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa yang bersangkutan;

e.ditetapkan oleh Menteri atas usulan bupati/walikota.

3.Pemberdayaan masyarakat.

Paradikma pembangunan kehutanan pada saat ini bertumpu pada pendekatan ekosistem SDH yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Peran dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan didalam PP No.6 tahun 2007 telah diakomodir pada Pada Bab IV Pemanfatan Hutan Bagian kesebelas Pemberdayaan Masyarakat Setempat Pasal 83 ayat (1) menyebutkan : Untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil,dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat, melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Ayat (2).Pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Pemerintah,propinsi,kabupaten/kota yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab kepala KPH.

Penjelasan Pasal 83 ayat (1) menyebutkan : Yang dimaksud dengan ”masyarakat setempat” adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal didalam dan atau disekitar hutan, yang bermukim didalam dan disekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencarian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

Dalam pembangunan kehutanan pemberdayaan masyarakat setempat dapat dilakukan melalui hutan desa. Penjelasan Pasal 84 menyebutkan Pemberdayaan masyarakat setempat :

a.Pada areal hutan yang belum dibebani izin pemanfaatan hutan atau hak pengelolaan hutan, dilakukan melalui hutan desa dan hutan kemasyarakatan.

b.Pada areal hutan yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan atau hak pengelolaan hutan, dilakukan melalui pola kemitraan.

Dalam tulisan ini pemberdayaan setempat dapat diartikan upaya-upaya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui (a) penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat; (b).memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat;(c).melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat setempat untuk mencegah dampak persaingan yang tidak sehat.

Dengan demikian penguatan kelembagaan hutan desa merupakan salah satu sasaran pemberdayaan masyarakat setempat yang difasilitasi oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah

4. Pemanfaatan hutan desa.

Tujuan dari pemanfaatan hutan adalah untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pemanfatan hutan desa yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat yang akan diberdayakan dapat berupa : pemanfaatan kawasan (al : budidaya tanaman obat,budi daya tanaman hias,budidaya lebah ,penangkaran satwa liar,rehabilitasi satwa liar, rehabilitasi satwa, atau budidaya hijauan ternak);pemanfaatan jasa lingkungan (al: pemanfaatan jasa aliran air,pemanfaatan air,wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, atau penyerapan dan/atau penyimpan karbon); pemanfaatan hasil hutan kayu,pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (al: rotan,madu,getah,buah) yang dilakukan secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat desa yang bersangkutan dengan tetap menjaga kelestariannya

5. PAD (Pendapatan Asli Desa).

Pasal 68 PP No.72 tahun 2005 tentang Desa ayat (1) mengatakan : Sumber pendapatan desa terdiri atas : (a).pendapatan asli desa,terdiri dari hasil usaha desa,hasil kekayaan desa,hasil swadaya dan partisipasi,hasil gotong royong, dan lain lain pendapatan asil desa yang sah.

Salah satu hasil kekayaan desa adalah pengelolaan hutan desa yang bersangkutan yang dilakukan oleh lembaga desa dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan asli desa yang akan digunakan untuk membangun infrakstruktur desa yang bersangkutan Misalnya : memperbaiki/membangun gedung sekolah; memperbaiki/membangun tempat-tempat ibadah;membangun sekolah,memperbaiki /membangun jalan desa dsbnya.

6. PENUTUP

A.Membangun hutan desa berarti memberi kesempatan kepada masyarakat desa agar dapat berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.

B.Desa berhak untuk mendapatkan pendapatan asli desa dengan cara pengelolaan hutan desa yang bersangkutan yang akan digunakan untuk untuk membangun infrakstruktur desa yang bersangkutan Misalnya : memperbaiki/membangun gedung sekolah; memperbaiki/membangun tempat-tempat ibadah;membangun sekolah,memperbaiki /membangun jalan desa dsbnya

C.Bagi petani di desa yang bersangkutan dengan terurusnya secara optimal hutan desa, maka akan memberiklan dampak yang positif karena : hutan,tanah,air dan udara saling terkait satu dengan yang lain, sehingga dengan hutan yang lestari tanah dapat menampung air yang akan menyuburkan taanah yang berakibat petani dapat meningkatkan ekonomi keluarganya.

D.Dengan terjaganya hutan secara lestari, maka akan meningkatkan udara bersih yang berguna sekali bagi kesehatan manusia.

PENGEMBANGAN JASA LINGKUNGAN

WISATA ALAM DI TAMAN NASIONAL.


A.Latar Belakang

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal tersebut sebagai landasan konstitusional bagi penyelenggaraan pengelolaan hutan di Indonesia. Pada rezim UU No.5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan pengelolaan hutan lebih berorientasi pada eksploitasi kayu dan dalam UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan orientasi pengelolaan hutan adalah pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat termasuk juga pengembangan jasa lingkungan.

Salah satu potensi non kayu yang dikembangkan dalam UU No.41 tahun 1999 adalah pemanfaatan jasa lingkungan, hal tersebut telah dipertegas didalam PP No.6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan yang menggantikan PP No.34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Pasal 17 ayat (2) huruf (b) menyebutkan pemanfaatan hutan dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan.

B.Pengertian.

Pengertian pemanfaatan jasa lingkungan adalah : kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Kegiatan jasa lingkungan yang dapat dilakukan dalam pemanfaatan jasa lingkungan adalah : a).pemanfaatan jasa aliran air;b).pemanfaatan air;c).wisata alam; d).perlindungan keanekaragaman hayati; e).penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. Kegiatan usaha tersebut tidak diperbolehkan : a).mengurangi,mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya; b).mengubah benteng alam;dan c).merusak keseimbangan unsur-unsur lingkungan. Pemegang izin harus membayar kompensasi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.

Termasuk dalam potensi jasa lingkungan pada hutan lindung adalah dapat berupa : a).pengatatur tata air; b).penyedia keindahan alam;c).penyedia sumber keanekaragaman hayati; atau d).penyerap dan penyimpan karbon.

Yang dimaksud dengan “unsur - unsur lingkungan” adalah unsur hayati seperti dinamika populasi flora – fauna, phytogeogfafi dan unsur non hayati seperti fisik dan kimia tanah,bebatuan,hydrografi, suhu dan kelembaban.

Yang dimaksud dengan “kompensasi” dalam ketentuan ini adalah membayar dengan sejumlah dana atas pemanfaatan air dan jasa aliran air untuk pemeliharaan dan rehabilitasi daerah tangkapan air. Dana kompensasi yang berasal dari pemanfaatan air dan jasa aliran air disetor ke Kas Negara dan diatur sesuai ketentuan perundang-undangan. Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan dapat diberikan kepada : peorangan; koperasi;BUMS Indonesia;BUMN; atau BUMD.

C.Pemberdayaan masyarakat berupa pengelolaan wisata alam

Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar taman nasional mempunyai keterbatasan ekonomi, ketika harga-harga kebutuhan hidup masyarakat naik,misalnya : minyak tanah masyarakat setempat mengubah pola hidupnya yang semula menggunakan minyak tanah untuk bahan bakar secara terpaksa mereka kembali menggunakan kayu untuk bahan bakar, menjualnya kepada penadah kayu. Selain itu rajuan terhadap kegiatan – kegiatan ilegal sangat besar sekali seperti : PETI,perambahan kawasan dllnya. Gangguan terhadap kelestarian dan keutuhan taman nasional harus menjadi perhatian yang serius dari pemerintah, salah satunya dengan melakukan pemberdayaan masyarakat di sekitar taman nasional termasuk didaerah penyangga.

Salah satu Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat diikuti adalah pemanfaatan jasa lingkungan di Taman Nasional yang berupa : wisata alam di taman nasional. Di Indonesia Wisata Alam dapat dilakukan di sejumlah taman nasional yang dikelola oleh Departemen Kehutanan. Salah satu kunci keberhasilan pengelolaan wisata alam di taman nasional adalah dengan melibatkan partisipasi masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga melalui peningkatkan ekonomi masyarakat. Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan yaitu : meningkatkan ketrampilan kewirausahaan masyarakat di daerah penyangga;pelatihan kepada masyarakat daerah penyangga mengenai konservasi baik itu tingkat anak-anak,remaja dan tingkat dewasa. Dengan diberikan pelatihan tersebut dimaksudkan masyarakat dapat mengembangkan kemapuan kewirausahaan yang berbasis konservasi sumber daya alam. Sehingga tujuan utama dari dibentuknya Taman Nasional sebagai kawasan habitat berbagai flora dan fauna serta plasma nutfah yang sangat berharga bagi kehidupan manusia di planet bumi ini dapat tercapai.

Pengembangan salah satu tanaman/tumbuhan yang berada di taman nasional dapat juga menjadi pilihan dalam usaha perlindungan dan pengamanan taman nasional dari gangguan kawasan yang bersumber dari perbuatan manusia antara lain Jasa Lingkungan (IUPJL). Dalam melakukan pemanfaatan jasa lingkungan wajib disertai dengan Izin Usaha Pemanfaatan oleh hama dan penyakit atau akibat bencana alam.

Budidaya salah satu tanaman unggulan dari taman nasional dapat membantu ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional, dengan meningkatnya ekonomi mereka, maka kelestarian taman nasional dapat terjaga. Dengan adanya budidaya tanaman unggulan dari taman nasional bisa memberikan mata pencarian masyarakat disekitar taman nasional khususnya daerah peyangga.

PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

I.Pendahuluan

Pada prinsipnya penggunaan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya sebagaimana ditetapkan dalam UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No.5 tahun 1990 tentang Konseervasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya beserta peraturan pelaksanaanya. Oleh karena itu penggunaan kawasan hutan diluar fungsi dan peruntukannya sejauh mungkin harus dibatasi dan ditertibkan dan untuk menampung kegiatan pembangunan yang terpaksa harus menggunakan kawasan hutan, maka penggunakan kawasan hutan tersebut harus diselesaikan dengan cara yang telah diatur oleh perundangan yang berlaku.

Pasal 38 UU Kehutanan menyatakan : ayat (1) Penggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kawasan hutan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Ayat (2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Agar pelaksanaan pembangunan nasional yang memerlukan penggunaan lahan, misalnya untuk kegiatan pertanian,perkebunan pertambangan dsbnya dapat terkendali, maka peraturan perundangan dibidang kehutanan yang mengatur mengenai penggunaan kawasan hutan harus ditaati oleh semua pihak. Salah satu tindak lanjut dari pasal tersebut adalah Permenhut No.: P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan .

II.Pengertian.

Yang dimaksudkan dengan pinjam pakai adalah : penggunaan atas sebagian kawasan hutan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status,peruntukannya dan fungsi kawasan tersebut. Jadi penggunaannya hanya sebagian dari kawasan hutan tersebut. Berapa luas yang diperbolehkan atas sebagian kawasan hutan yang dipakai tersebut belum ada payung hukumnya. Tujuan proses pinjam pakai kawasan hutan adalah : (a).untuk membatasi dan mengatur penggunaan sebagaian kawasan hutan untuk kepentingan strategis atau kepentingan umum terbatas di luar sektor kehutanan tanpa mengubah status,fungsi dan

peruntukannya kawasan hutan tersebut. (b).Menghindari terjadinya enclave di dalam kawasan hutan.

Yang dimaksud kepentingan strategis adalah :penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan religi, pertahanan dan keamanan, pertambangan, pembangunan ketenagalistrikan dan instansi teknologi energi terbarukan, pembangunan jaringan telekomunikasi atau pembangunan jaringan instalasi air. Sedangkan kepentingan umum adalah : Jalan umum dan jalan (rel) kereta api, saluran air bersih dan atau air limbah, pengairan,bak penampungan air, fasilitasi umum, repeater telekomunikasi atau stasiun relay televisi.

Bentuk pinjam pakai dapat berbentuk tanpa kompensasi atau pinjam pakai dengan kompensasi.sedangkan obyek pinjam pakai adalah kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Dalam hal kawasan hutan tersebut berada di dalam wilayah kerja Perum Perhutani atau telah dibebani izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman, maka harus memdapat pertimbangan teknis dari Perum Perhutani atau pernyataan tidak keberatan dari pemegang izin yang bersangkutan.

III. Kompensasi

Kompensasi adalah kewajiban pengguna/peminjam kawasan hutan untuk menyediakan dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan yang direboisasi untuk dijadikan kawasan hutan atau sejumlah dana yang dijadikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Departemen Kehutanan.

Pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan dengan cara : a.menyediakan dan menyerahkan areal kompensasi;b.tanpa menyediakan dan menyerahkan areal kompensasi. Pinjam pakai tanpa kompensasi hanya dapat diberikan untuk kegiatan non komersial yang dilaksanakan dan dimiliki instansi pemerintah, di wilayah propinsi yang luas kawasan hutannya lebih dari 30 % dari luas daratan propinsi yang bersangkutan.

Pinjan pakai dengan kompensasi yang bersifat komersial wajib menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi seluas 2 kali luas kawasan hutan yang clear and clean dan reboisasi; Untuk non komersial pada propinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30 % dari luas daratan propinsi yang bersangkutan, pemohon harus menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi seluas satu kali luas kawasan hutan yang dipergunakan yang clear and clean dan direbosaisi; Untuk kawasan yang bersifat non komersil pada propinsi yang luas kawasan hutannya lebih dari 30 % dari luas daratan propinsi yang bersangkutan,pemohon dibebani kompensasi berupa melakukan reboisasi kawasan hutan yang rusak seluas dua kali luas kawasan hutan yang pinjam.

IV.Izin

Izin Pinjam pakai diberikan untuk jangka waktu lima tahun yang dapat diperpanjang setiap lima tahun sesuai dengan masa berlakunya izin/kontrak kegiatan yang bersangkutan. Hapusnya izin apabila : jangka waktunya telah berakhir,persetujuan prinsip dicabut pemberi izin sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang izin,persetujuan prinsip diserahkan kembali oleh pemegang izin dengan pernyataan tertulis kepada pemberi izin sebelum jangka waktu berakhir.

Hapusnya Izin tidak membebaskan kewajiban pemegang izin untuk : melunasi seluruh kewajibannya serta memenuhi kewajiban lainnya; melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan berkaitan dengan berakhirnya izin.

Pada saat hapusnya izin tanaman yang telah ditanam menjadi milik negara,sedangkan sarana dan prasarana yang telah dibangun diputuskan keberadaannya oleh pemberi izin dengan konsekuensi pembiayaan yang ditimbulkan dibebankan kepada peminjam kawasan hutan yang bersangkutan.

PENEGAKAN HUKUM KEHUTANAN

(Dalam UU No.: 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)

1.Gugatan Perwakilan (Class Actions).

UU No: 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur juga mengenai Gugatan Perwakilan yang memberi peluang agar masyarakat dapat terlibat dalam penegakan hukum kehutanan. Gugatan Perwakilan (GP) ini diatur dalam Pasal 71 s/d 73 yang mengatakan :

Pasal 71

(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud apda ayat (1) terbatas pada tuntutan terhadap pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan per-UU yang berlaku.

Pasal 72

Jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau kerusakan hutan sedemikian rupa sehinga mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka instansi Pemerintah atau instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang kehutanan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.

Pasal 73

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung ajwab pengeloalaan hutan, organisasi bidang kehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian funsi hutan.

(2) Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud apda ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

a. berbentuk badan hukum;

b. organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelstarian fungsi hutan; dan

c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Berdasarkan pasal tersebut maka GP ada 3 (tiga) cara yaitu :

1.Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions)

adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana 1 (satu) orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang mewakili kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. (Pasal 1 huruf (a) Per Mahkamah Agung RI No.1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok).

2. Gugatan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

3.Gugatan Organisasi Lingkungan. (GOL)

GOL adalah suatu tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan oleh organisasi lingkungan yang bertindak dan mewaliki kepentingan publik dan kepentingan lingkungan.

Perbedaan Gugatan Perwakilan Kelompok

dan Gugatan Organisasi Lingkungan

Class Actions

Legal Standing

Subyeknya sekelompok orang yang diwakili oleh 1 (satu) atau beberapa orang

Organisasi lingkungan

Kepentingannya langsung diri sendiri dan orang-orang yang diwakilinya.

Untuk dan atas nama lingkungan

Tuntutan gugatan berupa ganti kerugian dan tindakan tertentu

Tidak boleh menuntut ganti kerugian, kecuali biaya riil.

2.Penyelesaian Sengketa kehutanan

Pasal 74

(1). Penyelesaian sengketa kehutanan dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

(2). Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan, maka gugatan melalui pengadilan dapat dilakukan setelah tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa.

Pasal 75.

(1). Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

(2).Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai pengembalian suatu hak,besarnya ganti rugi dan atau mengenai bentuk tindakan tertentu yang harus dilakukan untuk memulihkan fungsi hutan.

(3).dalam penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan sebagaimana dimaskud pada ayat (2) dapat digunakan jasa pihak ketiga yang ditunjuk bersama oleh para pihak dan atau pendampingan organisasi non-Pemerintah untuk membantu penyelesaian sengketa kehutanan.

Pasal 76

(1) Penyelesaian sengketa kehutanan melalui pengadilan dimaksudkan untuk memperoleh putusan mengenai pengembalian suatu hak,besarnya ganti rugi, dan atau tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh pihak yang kalah dalam sengketa.

(2) Selain putusan untuk melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas keterlambatan pelaksanaan tindakan tertentu tersebut sertiap hari

3. Ketentuan Pidana

Tujuannya unuk menjaga hutan,kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung,fungsi konservasi dan fungsi produksi tecapai. Perbuatan-perbuatan yang dilarang sebagai berikut dan sanksinya pidananya diatur dalam Pasal 78 dan 80

  1. Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
  2. setiap pemegang izin pemanfaatan hutan dilarang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan.
  3. setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
  4. merambah kawasan hutan.
  5. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak tertentu.
  6. membakar hutan
  7. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
  8. menerima,membeli atau menjual,menerima tukar,menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
  9. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan,tanpa izin Menteri.
  10. mengangkut,menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama degan surat keterangan sahnya hasil hutan;
  11. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
  12. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan,tamp izin pejabat yang berwenang;
  13. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
  14. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan hutan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan funsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
  15. mengeluarkan,membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

16.Barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut akan diancam pidana penjara dan denda.

Penentuan Batas Tata Batas Hutan.

Standar penunjukan kawasan hutan terhadap areal yang akan ditunjuk adalah :

1.diusulkan oleh Pemda dan DPRD berdasarkan Peta Penunjukan kawasan Hutan Propinsi dan atau Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi/Kabupaten dan nama kelompok hutannya.

2.Peta penunjukan dibuat dengan minimal skala 1 : 250.000 tergantung luas kawasan yang ditunjuk serta memenuhi kaidah-kaiah pemetaan

3.Keputusan penunjukan kawasan hutan oleh :

a.Menteri apabila Kawasan Pelestarian Alam,KSA dan Taman Buru dan Hutan Lindung serta Hutan Produksi linats propinsi.

b.Gubernur apabila hutan lindung dan hutan produksi dalam wilayah propinsi.

Kriteria Panitia Tata Batas Areal :

a.dibentuk dan disahkan oleh Bupati/Walikota

b.PTB kawasan hutan diketuai oleh Bupati/Walikota dengan anggota terdiri dari unsur-unsur :

1).Badan perencanaan pembangunan kabupaten/kota; 2).Kantor pertanahan kabupaten/kota;3).Dinas-dinas yang terkait di kabupaten/kota;4).Camat kepala wilayah kecamatan;5).Sub Balai Invetarisasi dan Perpetaan Hutan; 6).Sub Balai KSDA/Sub Seksi KSDA; 7).Instansi lain yang dianggap perlu; 8).Kepala Desa; 9).Tokoh mayarakat/ketua adat masyarakat setempat

Untuk penataan batas perairan anggot Panitia Tata Batas ditambah :

1).Kepala distrik/sub distrik navigasi; 2).Kepala dinas perikanan:3).Kantor departemenn perhubungan; 4).Kantor departemen kelautan.

-Standar penataan batas kawasan hutan dirinci menurut status,trayek batas,patok dan pal batas (kawasan hutan),patok dan pal batas (kawasan perairan) dan Panitia tata batas kawasan hutan.

- Standar status areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan adalah :

(a).dibuat berita acara pengakuan hasil pembuatan batas yang ditanda tangani oleh :

1).Wakil/tokoh/ketua adat masyarakat setempat; 2).Kepala desa; 3).Instansi kehutanan setempat; 4).Camat; 5).Ketua Tim Pelaksana Tata Batas; 6).Bupati/Walikota.

(b).dibuat berita acara persetujuan hasil pembuatan batas sementara yang ditandatangani panitia tata batas.


Materi: PENYULUHAN HUKUM KEHUTANAN

Hutan merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diamanatkan kepada Bangsa Indonesia untuk diurus dan dimanfaatkan bagi kepentingan kita bersama. Dalam mengurus hutan tersebut, perlulah negara sebagai pemegang kekuasaan untuk mengaturnya agar terjadi ketertiban dalam bentuk hukum tertulis. Hukum yang mengatur tersebut adalah UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.

Di masyarakat ada banyak pendapat mengenai pengertian hutan itu . Ada yang mengatakan hutan itu sebagai tempat hidupnya binatang buas dan pepohonan besar ; ada yang mengatakan hutan itu tempat berburu; ada juga yang mengatakan hutan itu sebagai sumber bahan baku untuk perumahan,memasak indutri kayu dllnya.

Pemerintah mendefinisikan hutan itu sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Jadi ada 3 unsur pengertian hutan tersebut :

1).hamparan lahan; 2).berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan; 3).merupakan kesatuan ekosistem antara yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Agar hutan itu dapat bermanfaat bagi kepengan rakyat banyak, maka Pemerintah telah membagi hutan itu berdasarkan STATUS DAN FUNGSINYA.

Berdasarkan Statusnya maksudnya hutan itu dilihat dari sudut penguasaannya, yaitu : hutan negara dan hutan hak.

Hutan negara.

Artinya : hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan negara tersebut teridiri dari :

1).hutan adat, (PP masih dalam pembahasan); 2).hutan kemasyarakatan,

(Permen No.P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan); 3).hutan desa. (Draf Permennya masih dalam pembahasan).

Mengapa Pemerintah membagi hutan negara tersebut ?
Pembagian hutan negara tersebut, dengan maksud agar masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan hutan sehingga tujuan dari pemanfaaan hutan itu untuk mensejahterakan masyarakat dapat tercapai.

Hutan hak

Artinya hutan yang berada pada tanah yang telah dbebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas title atau hak atas. Hutan hak ini telah diatur dalam Peraturan Menteri kehutanan Nomor : Peraturan Menteri Kehutanan No: P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman pemanfaatan hutan hak; Permen No.: P.51/Menhut-II/2006 jo No.: P.62/Menhut-II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal usul (SKAU) untuk Pengakutan hasil hutan kayu Yang berasal dari Hutan Hak dan Peraturan menteri Kehutanan No.33/menhut-II/2007 tentang Perubahan Kedua atas peraturan menteri kehutanan No.:51/menhut-ii/2006 tentang Pengunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk pengakutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hutan hak dan hutan kemasyarakatan, maka peserta penyuluhan dapat berkonsultasi langsung Kepala Dinas Kabupaten dan Kepala Balai Pemantauan Pemanfatan Hutan Produksi .

Berdasarkan funsinya artinya dilihat dari tujuan dari pemanfaatan hutan itu, yaitu : hutan konservasi; hutan lindung; dan hutan produksi.

Hutan konservasi.

Artinya kawasan hutan dengan ciri khas tertentu , yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. (diatur dalam UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati). Kawasan konservasi terdiri dari :

1).kawasan hutan suaka alam; 2).kawasan hutan pelestarian alam; dan 3).taman buru.

Hutan lindung

Artinya kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Hutan produksi

Artinya kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Selain ketiga fungsi pokok dari hutan tersebut, Pemerintah dapat menetapkan fungsi lainnya yaitu :

1).hutan dengan tujuan khusus : hutan yang dipergunakan untuk keperluan peneltiian dan pengembangan,pendidikan dan pelatihan,serta kepentingan-kepentingan religi dan budaya setempat. Pemanfaatan fungsi hutan ini tidak boleh mengubah fungsi pokok kawasan hutan.

2.)Hutan kota : kawasan tertentu di setiap kota yang berfungsi untuk kepentingan pengaturan iklim mikro,setetika dan resapan air. Hutan kota dapat berada apda tanh negara maupun tanah hak di wilayah perkotaan.

Kawasan Hutan

Hutan yang telah ditunjuk berdasarkan status dan fungsinya tersebut, dinamakan kawasan hutan. Jadi kawasan hutan itu adalah : wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Tujuannya untuk mendapatkan kepastian hukum dari keberaadaan hutan negara tersebut.

Untuk itu diperlukan kegiatan penatabatasan kawasan hutan artinya kegiatn untuk melakukan proyeksi batas,inventarissi hak-hak pihak ketiga,pemancangan tanda batas sementara,pemancangan dan pengukuran tanda batas definitif.

Kawasan hutan yang akan ditatabatas harus : a).kawasan hutan tersebut telah ditunjuk; b).bebas dari pihak-pihak ketiga; c).memperoleh pengakuan para pihak (masyarakat,badan hukum,pemerintah) di sepanjang trayek penataan batas. Batas kawasan hutan ditanda dengan : pal batas kawasan hutan.

Bagaimna apabila didalam kawasan hutan itu hutannya sudah habis, yang hanya tinggal semak belukar,ilalang dsbnya. Apakah masih dapat dikatakan sebagai kawasan hutan ? Kawasan tersebut masih sebagai kawasan hutan walaupun diatasnya sudah tidak ada lagi pepohonan besar.

Jumat, 08 Februari 2008


PENGAKUAN HUTAN ADAT
DALAM
UU No. : 41 Tahun 1999 Tentang KEHUTANAN
1.Latar belakang.

Pengertian Kehutanan dalam Pasal 1 UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan : sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) mengatakan : Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem, berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan pengertian tersebut hutan merupakan ekosistem, dimana salah satu unsurnya adalah Tanah beserta unsur-unsur biologisnya diatas dan didalamnya, dapat menjadi landasan bagi pembahasan kita mengenai pengaturan hutan adat di Indonesia .
Penjelasan Pasal 5 mengatakan : Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari :
Hutan negara dan hutan hak. Hutan negara dapat berupa hutan adat yaitu hutan negara yang diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat. Hutan adat tersebut, sebelumnya disebut hutan ulayat, hutan marga, hutan pertuanan atau sebutan lainnya.
Adanya hutan adat dimasukannya kedalam pengertian hutan negara. sebagai konsekuensi adanya hak menguasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia pada tingkatan tertinggi sebagai prinsip Negara Kesatuan RI . Walaupun hutan adat dimasukkan dalam pengertian hutan negara, tetapi tidak meniadakan hak-hak mayarakat hukum adat,sepanjang masyarakat adat pada kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan.



2.Pengertian

Ada dua istilah yang menyangkut “adat” yaitu : “masyarakat adat” dan “masyarakat hukum adat”. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara memberikan definisi masyarakat adat sebagai “komunitas yang memliki asal usul leluhur secara turun temurun yang hidup di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai , ideology ekonomi,politik,budaya dan sosial yang khas”.
Menurut ahli hukum adat Ter Haar, masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah (teritorial),keturunan (geneologis) serta wilayah dan keturunan (teritorial-geneologis), sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adapt dari suatu tempat ke tempat lain.
Perbedaan pengertian tersebut tidak meniadakan hak-hak adat yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan.
UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan memberikan Kriteria masyarakat hukum adat yang pengaturannya terdapat dalam Bab IX tentang Masyarakat Hukum Adat pasal 67 yaitu :
(1).Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak :
a.melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan :
b.melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan
c.mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
(2).Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Derah.

(3). Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam memori penjelasan Pasal 67 ayat (1) UU Kehutanan tersebut dikemukakan tentang syarat-syarat diakuinya masyarakat hukum adat :
Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi unsur, antara lain :
a.masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
b.ada kelembagaan dalam bentuk perangka penguasa adatnya;
c.ada wilayah hukum adat yang jelas;
d.ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat,yang masih ditaati; dan
e.masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Ayat (2). Peraturan daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat setempat,dan tokoh masyarakat adat yang ada di daerah yang bersangkutan, serta instansi atau pihak yang terkait.
Ayat (3) Peraturan pemerintah memuat aturan, antara lain :
a.tata cara penelitian;
b.pihak-pihak yang diikutsertakan;
c.materi penelitian dan
d.krietria penilaian keberadaan masyarakat hukum adat.
Pada saat ini PP mengenai hutan adat sedang dalam proses penyusunannya di Departemen Kehutanan