CATATAN SEORANG RIMBAWAN

Blog ini berisi tulisan-tulisan sebagai ungkapan perasaan saya tentang keadaan hutan Indonesia,sebagai paru-paru dunia, yang harus diurus bersama-sama sebagai Mahluk yang maha tinggi yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Saya bekerja di Instansi Pemerintah Departemen Kehutanan,bertempat tinggal di Kota Hujan Bogor,sudah bekeluarga dan menginginkan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Jumat, 08 Februari 2008


PENGAKUAN HUTAN ADAT
DALAM
UU No. : 41 Tahun 1999 Tentang KEHUTANAN
1.Latar belakang.

Pengertian Kehutanan dalam Pasal 1 UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan : sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) mengatakan : Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem, berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan pengertian tersebut hutan merupakan ekosistem, dimana salah satu unsurnya adalah Tanah beserta unsur-unsur biologisnya diatas dan didalamnya, dapat menjadi landasan bagi pembahasan kita mengenai pengaturan hutan adat di Indonesia .
Penjelasan Pasal 5 mengatakan : Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari :
Hutan negara dan hutan hak. Hutan negara dapat berupa hutan adat yaitu hutan negara yang diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat. Hutan adat tersebut, sebelumnya disebut hutan ulayat, hutan marga, hutan pertuanan atau sebutan lainnya.
Adanya hutan adat dimasukannya kedalam pengertian hutan negara. sebagai konsekuensi adanya hak menguasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia pada tingkatan tertinggi sebagai prinsip Negara Kesatuan RI . Walaupun hutan adat dimasukkan dalam pengertian hutan negara, tetapi tidak meniadakan hak-hak mayarakat hukum adat,sepanjang masyarakat adat pada kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan.



2.Pengertian

Ada dua istilah yang menyangkut “adat” yaitu : “masyarakat adat” dan “masyarakat hukum adat”. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara memberikan definisi masyarakat adat sebagai “komunitas yang memliki asal usul leluhur secara turun temurun yang hidup di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai , ideology ekonomi,politik,budaya dan sosial yang khas”.
Menurut ahli hukum adat Ter Haar, masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah (teritorial),keturunan (geneologis) serta wilayah dan keturunan (teritorial-geneologis), sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adapt dari suatu tempat ke tempat lain.
Perbedaan pengertian tersebut tidak meniadakan hak-hak adat yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan.
UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan memberikan Kriteria masyarakat hukum adat yang pengaturannya terdapat dalam Bab IX tentang Masyarakat Hukum Adat pasal 67 yaitu :
(1).Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak :
a.melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan :
b.melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan
c.mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
(2).Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Derah.

(3). Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam memori penjelasan Pasal 67 ayat (1) UU Kehutanan tersebut dikemukakan tentang syarat-syarat diakuinya masyarakat hukum adat :
Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi unsur, antara lain :
a.masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
b.ada kelembagaan dalam bentuk perangka penguasa adatnya;
c.ada wilayah hukum adat yang jelas;
d.ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat,yang masih ditaati; dan
e.masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Ayat (2). Peraturan daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat setempat,dan tokoh masyarakat adat yang ada di daerah yang bersangkutan, serta instansi atau pihak yang terkait.
Ayat (3) Peraturan pemerintah memuat aturan, antara lain :
a.tata cara penelitian;
b.pihak-pihak yang diikutsertakan;
c.materi penelitian dan
d.krietria penilaian keberadaan masyarakat hukum adat.
Pada saat ini PP mengenai hutan adat sedang dalam proses penyusunannya di Departemen Kehutanan













0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda