CATATAN SEORANG RIMBAWAN

Blog ini berisi tulisan-tulisan sebagai ungkapan perasaan saya tentang keadaan hutan Indonesia,sebagai paru-paru dunia, yang harus diurus bersama-sama sebagai Mahluk yang maha tinggi yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Saya bekerja di Instansi Pemerintah Departemen Kehutanan,bertempat tinggal di Kota Hujan Bogor,sudah bekeluarga dan menginginkan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Minggu, 10 Februari 2008

PENEGAKAN HUKUM KEHUTANAN

(Dalam UU No.: 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)

1.Gugatan Perwakilan (Class Actions).

UU No: 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur juga mengenai Gugatan Perwakilan yang memberi peluang agar masyarakat dapat terlibat dalam penegakan hukum kehutanan. Gugatan Perwakilan (GP) ini diatur dalam Pasal 71 s/d 73 yang mengatakan :

Pasal 71

(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud apda ayat (1) terbatas pada tuntutan terhadap pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan per-UU yang berlaku.

Pasal 72

Jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau kerusakan hutan sedemikian rupa sehinga mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka instansi Pemerintah atau instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang kehutanan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.

Pasal 73

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung ajwab pengeloalaan hutan, organisasi bidang kehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian funsi hutan.

(2) Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud apda ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

a. berbentuk badan hukum;

b. organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelstarian fungsi hutan; dan

c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Berdasarkan pasal tersebut maka GP ada 3 (tiga) cara yaitu :

1.Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions)

adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana 1 (satu) orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang mewakili kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. (Pasal 1 huruf (a) Per Mahkamah Agung RI No.1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok).

2. Gugatan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

3.Gugatan Organisasi Lingkungan. (GOL)

GOL adalah suatu tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan oleh organisasi lingkungan yang bertindak dan mewaliki kepentingan publik dan kepentingan lingkungan.

Perbedaan Gugatan Perwakilan Kelompok

dan Gugatan Organisasi Lingkungan

Class Actions

Legal Standing

Subyeknya sekelompok orang yang diwakili oleh 1 (satu) atau beberapa orang

Organisasi lingkungan

Kepentingannya langsung diri sendiri dan orang-orang yang diwakilinya.

Untuk dan atas nama lingkungan

Tuntutan gugatan berupa ganti kerugian dan tindakan tertentu

Tidak boleh menuntut ganti kerugian, kecuali biaya riil.

2.Penyelesaian Sengketa kehutanan

Pasal 74

(1). Penyelesaian sengketa kehutanan dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

(2). Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan, maka gugatan melalui pengadilan dapat dilakukan setelah tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa.

Pasal 75.

(1). Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

(2).Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai pengembalian suatu hak,besarnya ganti rugi dan atau mengenai bentuk tindakan tertentu yang harus dilakukan untuk memulihkan fungsi hutan.

(3).dalam penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan sebagaimana dimaskud pada ayat (2) dapat digunakan jasa pihak ketiga yang ditunjuk bersama oleh para pihak dan atau pendampingan organisasi non-Pemerintah untuk membantu penyelesaian sengketa kehutanan.

Pasal 76

(1) Penyelesaian sengketa kehutanan melalui pengadilan dimaksudkan untuk memperoleh putusan mengenai pengembalian suatu hak,besarnya ganti rugi, dan atau tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh pihak yang kalah dalam sengketa.

(2) Selain putusan untuk melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas keterlambatan pelaksanaan tindakan tertentu tersebut sertiap hari

3. Ketentuan Pidana

Tujuannya unuk menjaga hutan,kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung,fungsi konservasi dan fungsi produksi tecapai. Perbuatan-perbuatan yang dilarang sebagai berikut dan sanksinya pidananya diatur dalam Pasal 78 dan 80

  1. Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
  2. setiap pemegang izin pemanfaatan hutan dilarang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan.
  3. setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
  4. merambah kawasan hutan.
  5. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak tertentu.
  6. membakar hutan
  7. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
  8. menerima,membeli atau menjual,menerima tukar,menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
  9. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan,tanpa izin Menteri.
  10. mengangkut,menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama degan surat keterangan sahnya hasil hutan;
  11. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
  12. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan,tamp izin pejabat yang berwenang;
  13. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
  14. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan hutan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan funsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
  15. mengeluarkan,membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

16.Barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut akan diancam pidana penjara dan denda.

Penentuan Batas Tata Batas Hutan.

Standar penunjukan kawasan hutan terhadap areal yang akan ditunjuk adalah :

1.diusulkan oleh Pemda dan DPRD berdasarkan Peta Penunjukan kawasan Hutan Propinsi dan atau Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi/Kabupaten dan nama kelompok hutannya.

2.Peta penunjukan dibuat dengan minimal skala 1 : 250.000 tergantung luas kawasan yang ditunjuk serta memenuhi kaidah-kaiah pemetaan

3.Keputusan penunjukan kawasan hutan oleh :

a.Menteri apabila Kawasan Pelestarian Alam,KSA dan Taman Buru dan Hutan Lindung serta Hutan Produksi linats propinsi.

b.Gubernur apabila hutan lindung dan hutan produksi dalam wilayah propinsi.

Kriteria Panitia Tata Batas Areal :

a.dibentuk dan disahkan oleh Bupati/Walikota

b.PTB kawasan hutan diketuai oleh Bupati/Walikota dengan anggota terdiri dari unsur-unsur :

1).Badan perencanaan pembangunan kabupaten/kota; 2).Kantor pertanahan kabupaten/kota;3).Dinas-dinas yang terkait di kabupaten/kota;4).Camat kepala wilayah kecamatan;5).Sub Balai Invetarisasi dan Perpetaan Hutan; 6).Sub Balai KSDA/Sub Seksi KSDA; 7).Instansi lain yang dianggap perlu; 8).Kepala Desa; 9).Tokoh mayarakat/ketua adat masyarakat setempat

Untuk penataan batas perairan anggot Panitia Tata Batas ditambah :

1).Kepala distrik/sub distrik navigasi; 2).Kepala dinas perikanan:3).Kantor departemenn perhubungan; 4).Kantor departemen kelautan.

-Standar penataan batas kawasan hutan dirinci menurut status,trayek batas,patok dan pal batas (kawasan hutan),patok dan pal batas (kawasan perairan) dan Panitia tata batas kawasan hutan.

- Standar status areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan adalah :

(a).dibuat berita acara pengakuan hasil pembuatan batas yang ditanda tangani oleh :

1).Wakil/tokoh/ketua adat masyarakat setempat; 2).Kepala desa; 3).Instansi kehutanan setempat; 4).Camat; 5).Ketua Tim Pelaksana Tata Batas; 6).Bupati/Walikota.

(b).dibuat berita acara persetujuan hasil pembuatan batas sementara yang ditandatangani panitia tata batas.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda